Salut buat Kamu!

Muhammad Nurul Hakim
3 min readJan 2, 2024

--

Photo by Brett Jordan on Unsplash

Bikin tulisan itu gampang nggak gampang.

Dibilang gampang, itu ya karena kita udah belajar menulis dari kecil. Dibilang nggak gampang, ya karena membuat sebuah tulisan menarik dan mampu menyedot perhatian pembaca itu butuh ilmu, kreatifitas dan perjuangan super keras.

Salut untuk para penulis konten yang bisa bertahan hidup di tengah gempuran era video beberapa tahun belakangan ini.

Tapi eh tapi, kalo dipikir-pikir untuk bikin sebuah video pun butuh kemampuan menuangkan isi kepala ke dalam tulisan terlebih dahulu. Nggak serta merta mengonversi ide di kepala ke dalam shoot per shoot video gitu aja. Awalannya pasti ditulisin dulu. Ya, kan?!

Kemampuan menuangkan isi kepala secara runut yang mudah dipahami dan menjelaskan istilah rumit menjadi sederhana, menurut saya harus dimiliki seorang penulis.

Untuk apa menulis hal-hal rumit? Agar terlihat pintar? Nggak ada gunanya berpikiran begitu.

Kalau orang beneran pintar, malah bisa menyederhanakan hal rumit menjadi mudah dipahami.

Saya ketika membaca hasil tulisan sendiri saja, kadang masih bingung. “Ini maksud tulisanku ini apaan, sih?!”.

Itulah fungsinya kegiatan mengedit. Tulisan awal yang buruk, bisa dimodifikasi menjadi tulisan menarik. Pastikan memang sudah ada tulisan awalnya, kalau lembaran masih kosong, nggak ada yang bisa diedit.

Masalah

Saya tipe perfeksionis. Kepengen apapun yang saya kerjakan tuh harus serba sempurna. Bahkan seinstan mungkin. Semisal dalam sekali menulis, saya ingin hasil tulisan bisa langsung oke dan enak ketika dibaca.

Saya juga orangnya nggak sabaran. Makanya ketika proses menulis pun, ingin seinstan mungkin cepet beres. Bahkan kalau boleh berkhayal, saya mau skip proses mengedit. Sekali nulis, beres.

Kombinasi nggak sabaran dan keinginan menjadi sempurna itulah yang menjadi mental block menulis saya. Padahal menulis itu nggak bisa seinstan bikin mie. Ada proses yang lumayan panjang. Lebih dari 3 menit.

Solusi

Saya harus berdamai dengan keadaan. Saya harus belajar menahan diri. Menahan untuk langsung ngedit di saat proses menulis. Sesalah apapun hasil tulisan awal saya, maka saya harus berpuas diri sejenak untuk diam. Saya harus memaksa diri untuk bersabar.

Tulislah apapun yang keluar dari isi kepala. Mengalir saja. Typo yang muncul, cuekin saja.

Tentukan mau target berapa kata dari tulisan kamu, kejar target itu. Begitu kamu beresin, barulah proses berikutnya boleh kamu mulai: mengedit.

Sejelek apapun tulisan kamu, kalau masuk ke ranah editing, masih mungkin diselamatkan.

Ubah kata, ubah kalimat, bikin lebih emosional, bikin lebih bersuara, bikin lebih personal.

Baca ulang, temukan bug, edit ulang, baca ulang lagi, temukan bug berikutnya, edit ulang lagi, baca ulang lagi dan seterusnya sampai kamu berasumsi bahwa tulisan kamu sudah siap dipublish.

Ketika tulisan kamu sudah dipublish, coba bagikan ke teman kamu. Coba tunggu reaksi mereka. Kalau mereka memberikan komentar tertentu, itu bisa jadi keuntungan buat kamu. Entah baik atau buruk, belajarlah menerima umpan balik dari pembaca. Seleksi saja komentar mana yang layak kamu pertimbangkan untuk kemajuan skill menulis kamu. Jangan berkutat dengan persoalan baper. Belajar jadi profesional.

Respon dari pembaca tulisan kamu begitu berharga. Dari mereka, kamu bisa belajar memperbaiki tulisan kamu berikutnya.

Teruslah belajar, teruslah bertumbuh, ya!

Salut buat kamu!

--

--

Muhammad Nurul Hakim

I enjoy discussing various topics such as my daily activities, business, productivity, and tech matters. Visit my personal blog at: https://hakim.orderio.my.id